Resensi Buku Filosofi Teras: Solusi Hidup Tanpa Overthinking
Judul : Filosofi Teras
Penulis : Henry Manampiring
Penerbit : Kompas
Cetakan : 2018
Tebal : 344
ISBN : 582312136
Peresensi : Ayu Trianasari
DIREKTORIJATENG.ID - Mendengar kata filsafat, orang-orang mungkin akan langsung terbayang dengan pemikiran rumit para filsuf yang membuat kepala pusing. Tak jarang, pembahasan filsafat sering kali dihindari karena membuat kepala berpikir keras. Namun berbeda dengan filsafat stoic, yang justru hadir menjadi panduan praktis hidup bahagia tanpa stres.
Di era sekarang, manusia sangat mudah memikirkan berbagai hal yang tidak ada habisnya. Atau istilah gaulnya overthinking. Memikirkan masa depan yang tidak pasti, pekerjaan, pasangan, bahkan kesalahan-kesalahan kecil yang sudah lewat pun masih dipikirkan. Alhasil, hidup penuh tekanan dan jauh dari kata bahagia.
Filsafat stoic hadir menjadi jawaban atas ketidakpastian hal-hal tersebut. Filsafat yang awalnya dikenal melalui Zeno, filsuf kuno dari Yunani ini mengajarkan pengendalian diri. Ada banyak hal yang berada di luar kendali manusia, tapi reaksi terhadap hal tersebut yang bisa dikendalikan.
Stoikisme semakin populer di Indonesia, melalui Henry Manampiring, penulis buku Filosofi Teras. Pembahasan topik filsafat yang biasanya berat, dikemas menjadi ringan dan mudah diterapkan dalam sehari-hari.
Prinsip-prinsip Stoikisme
Dikotomi kendali
Setidaknya manusia harus bisa membedakan antara hal yang berada di dalam kendali, dan di luar kendali. Contoh, saat ujian sekolah. Nilai yang tinggi jelas bukan dalam kendali kita, tetapi usaha dan reaksi terhadap nilai tersebut bisa dikendalikan melalui emosi dan reaksi yang diberikan. Dengan memahami batas kendali, kita bisa terhindar dari stres yang tidak perlu.
Mengendalikan emosi negatif melalui prinsip STAR
Tahapan prinsip ini adalah sebagai berikut:
Stop
Ketika berhadapan dengan hal yang tidak menyenangkan, biarkan diri kita untuk berhenti sejenak. Hilangkan dulu segala rasa marah, sedih, atau cemas. Jangan langsung bereaksi. Perasaan yang berlarut-larut, membuat diri kita sulit mencerna keadaan.
Think-Asses
Setelah berhenti sejenak dari emosi, pikirkan secara rasional. Berikan penilaian pada hal yang terjadi. Apakah perlu merasa berlarut-larut dengan yang sedang terjadi? Bagaimana jika perasaan tersebut tidak berguna? Bagaimana menyikapi hal ini? Hal buruk memang tidak menyenangkan, namun jika tidak dirasakan berlarut-larut, tentu menjadi lebih baik.
Respon
Jika sudah berhenti sejenak dan menilai, tentukan respon yang akan diberikan. Respon bisa diberikan dengan tindakan, dan ucapan. Pemikiran melalui kepala dingin dan rasional, menghasilkan respon yang bijak.
Amor Fati (Mencintai Takdir)
Konsep ini mengajarkan untuk menerima segala hal dalam hidup, baik atau buruk. Tidak semua hal yang terjadi dalam hidup itu menyenangkan. Roda kehidupan itu terus berputar. Takdir buruk juga bagian dari perjalanan hidup. Daripada menyesal terus menerus, lebih baik lupakan dan ambil pelajarannya.
Negative Visualization/ Meditatio Malorum
Ketika akan menjalani hari yang panjang, pikirkan kemungkinan terburuk sekalipun. Prinsip ini berbeda dengan pikiran negatif (overthinking). Ketika membayangkan kejadian paling buruk sejak awal, maka reaksi kecewa menjadi tidak berlebihan.
Kebahagiaan Sejati, berada dari Diri Sendiri
Stoikisme mengajarkan jika kebahagiaan tidak melulu datang dari pengakuan, status, maupun harta. Kebahagiaan muncul melalui pengendalian diri dalam menerima kenyataan, dan merespon dengan bijak.
Melalui stoikisme, kita belajar untuk menjadi bijak dan tenang menghadapi hidup yang tidak selalu berada dalam kendali. Hidup menjadi lebih bahagia dengan mengurangi overthinking dan mengelola emosi dengan baik.
Referensi:
Manampiring, H. (2018). Filosofi Teras: Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini. Jakarta: Penerbit Kompas.
Penulis: Ayu Trianasari

Belum ada Komentar untuk "Resensi Buku Filosofi Teras: Solusi Hidup Tanpa Overthinking"
Posting Komentar